Individu-individu yang madani
Apakah Anda pernah
berpikir seperti apa muslim sejati itu? Bagaimanakah sosoknya? Seorang muslim
sejati bisa diibaratkan seperti sebuah pohon. Akarnya kuat menghunjam.
Batangnya kuat menjulang, demikian pula dahan dan bahkan ranting-rantingnya.
Daun-daunnya lebat. Dan setiap musim menghasilkan buah yang banyak dan manis
rasanya.
Akar-akar yang
kokoh tersebut adalah salimul ‘aqidah (aqidah yang lurus), shahihul ‘ibadah
(ibadah yang benar), dan matinul khuluq (akhlaq yang mulia). Ibarat akar sebuah
pohon, tiga karakter inilah yang akan menopang karakter-karakter lainnya.
Karakter-karakter baik tidak akan mampu tumbuh dengan baik jika tiga karakter
dasar ini rapuh. Adapun batang, dahan, ranting, dan daun-daunnya adalah
potensi-potensi diri yang tumbuh dengan baik, yang meliputi karakter qawiyyul
jism (fisik yang kuat), mutsaqqaful fikr (berwawasan luas), mujaahidun
linafsihi (pengendalian diri), harisun ‘ala waqtihi (menjaga waktu), munazhzhamun
fii syu’unihi (tertib dalam setiap urusan), dan qadirun ‘alal kasbi (mampu
mencari nafkah). Sedangkan buah yang bisa dipetik setiap musim adalah
karakternya yang nafi’un lighairihi (memberi manfaat bagi orang lain). Semua
karakter tadi jika dikumpulkan berjumlah sepuluh. Itulah sepuluh karakter
muslim sejati. Dan berikut ini uraian singkat mengenai masing-masing karakter
tersebut.
Pertama, salimul
‘aqidah (aqidah yang lurus). Seorang muslim
sejati memiliki aqidah yang kokoh, yang tidak bercampur dengan sedikit pun
keraguan dan kesyirikan. Tidak pula bisa diombang-ambingkan dan dibuat gelap
mata oleh sulitnya kehidupan. Ia ridha Allah sebagai tuhannya, Islam sebagai
agamanya, dan Muhammad sebagai nabi dan rasulnya. Ia beriman kepada Allah, para
malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab yang diturunkan kepada para
rasul-Nya, Hari Akhir, dan taqdir-Nya. Keimanannya bukan pula hanya pengakuan
di bibir saja, namun terpatri kuat dalam hati dan termanifestasikan dalam
segenap perilakunya. Itulah iman yang sebenarnya, yang tidak hanya sekadar
’percaya’, namun juga benar-benar mewujud dalam sikap dan perilaku.
Kedua, shahihul
‘ibadah (ibadah yang benar). Diatas aqidah yang
kuat, seorang muslim senantiasa giat beribadah. Ibadahnya pun benar-benar
ditunaikan sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Untuk ibadah-ibadah yang bersifat
ritual (mahdhah), ia hanya mengikuti contoh tauqifi (apa adanya) dari
Rasulullah, tidak menambah-nambahi dan tidak pula mengurangi. Sedangkan untuk
ibadah-ibadah yang bersifat muamalah (ghayr mahdhah), ia senantiasa berkreasi
dan berinovasi dengan menyandarkannya pada bingkai (manhaj) yang telah
dituntunkan oleh Rasulullah.
Ketiga, matinul
khuluq (akhlaq yang mulia). Dengan aqidah yang
kokoh dan ibadah yang giat, muncullah akhlaq yang mulia pada diri seorang
muslim, ibarat mutiara yang indah dan berkilau. Akhlaq meliputi keadaan hati
seseorang dan juga suluknya (moralitas, perilaku, dan adabnya). Hati seorang
muslim adalah hati yang bening, yang bersih dari segala bentuk penyakit hati,
dan bahkan dipenuhi dengan sifat-sifat yang mulia seperti ikhlas, tawakkal,
sabar, ridha, cinta kasih, dan sebagainya. Adapun suluk seorang muslim adalah
suluk yang terpuji dan menawan, yang muncul dari dirinya secara spontan karena
telah menjadi kebiasaan yang tak terpisahkan dari kepribadiannya.
Keempat, qawiyyul
jism (fisik yang kuat). Seorang muslim
sejati tidak akan menelantarkan keadaan tubuhnya. Ia senantiasa menjaga agarnya
tubuhnya sehat dan bugar. Ia selalu berusaha mengkonsumsi makanan dan minuman
yang baik untuk kesehatan, dan membiasakan pola hidup sehat. Bahkan, ia juga
melatih tubuhnya agar memiliki stamina yang kuat, dengan cara rajin
berolahraga. Ia sadar, dengan tubuh yang sehat, bugar, dan kuat, ia akan mampu
menjalankan ibadah dengan lebih baik.
Kelima, mutsaqqaful
fikr (berwawasan luas). Seorang muslim
sejati juga senantiasa memperhatikan akal pikirannya. Ia benar-benar mensyukuri
nikmat akal pikiran dengan cara terus mengasah kecerdasannya dan memberinya
ilmu dan wawasan baru. Tidak hanya ilmu mengenai agamanya, tetapi juga wawasan
umum yang perlu diketahui. Ia tidak pernah berhenti belajar, karena ia tahu
bahwa menuntut ilmu itu minal mahdi ilal lahdi ’dari lahir sampai mati’.
Keenam, mujaahidun
linafsihi (pengendalian diri). Pada diri manusia
terdapat nafsu yang senantiasa condong pada kemewahan dan kesenangan dunia, dan
senantiasa mendorong manusia untuk melakukan berbagai macam keburukan. Seorang
muslim sejati adalah seseorang yang bisa mengendalikan segala dorongan tersebut
dan mengendalikan dirinya. Allah Ta’ala berfirman, ”Adapun barangsiapa yang
takut akan kebesaran Tuhannya dan sanggup menahan dirinya dari ajakan hawa
nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat kembalinya.” (QS An-Nazi’at: 40-41)
Ketujuh, harisun
‘ala waqtihi (menjaga waktu). Waktu adalah
kehidupan itu sendiri. Jika waktu telah bergerak, ia tidak akan mampu
dimundurkan meski hanya satu detik saja. Untuk itu, seorang muslim sejati
benar-benar perhatian dengan waktu. Ia tidak pernah menyia-nyiakan waktunya
untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, apalagi hal-hal yang buruk. Ia tahu bahwa
kewajiban yang mesti ia tunaikan lebih banyak daripada waktu yang ia miliki.
Untuk itulah, ia benar-benar cermat dalam mengatur waktu yang ia miliki.
Kedelapan,
munazhzhamun fii syu’unihi (tertib dalam setiap urusan). Seorang muslim sejati bukanlah orang yang suka melakukan
segala sesuatu dengan asal-asalan. Ia senantiasa menunaikan urusan dan
pekerjaannya dengan baik. Prinsip yang senantiasa ia pegang adalah ihsan dan
itqan dalam beramal ’melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya’. Dengan
begitu iapun akan menjadi muslim yang berprestasi, beretos kerja tinggi, dan
berkinerja jempolan.
Kesembilan, qadirun
’alal kasbi (mampu mencari nafkah). Seorang
muslim sejati bukanlah seorang pengemis dan peminta-minta. Ia senantiasa
berusaha untuk bisa mandiri. Ia pun tahu bahwa tangan diatas lebih baik
daripada tangan dibawah. Untuk itu iapun giat bekerja agar bisa memenuhi
kebutuhan ekonominya dan bisa berinfaq di jalan Allah.
Kesepuluh, nafi’un
lighairihi (memberi manfaat bagi orang lain). Dengan segala potensi dan kapasitas yang dimiliki, seorang muslim sejati
pasti bermanfaat bagi masyarakat. Ia pasti bisa berkontribusi untuk umat dengan
segala kelebihan yang ia miliki. Ia bukanlah orang yang ’adanya sama dengan
tidak adanya’, atau orang yang ’adanya tidak menambah dan tidak adanya tidak
mengurangi’, apalagi orang yang ’adanya tidak diinginkan dan tidak adanya
senantiasa diharapkan’. Rasulullah saw bersabda, ”Sebaik-baik manusia adalah
yang paling banyak manfaatnya bagi manusia lainnya.”
Demikianlah sekilas mengenai sepuluh karakter muslim
sejati. Mari kita senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas
diri kita, sehingga bisa memenuhi kesepuluh kriteria ini. Dengan menjadi muslim
sejati, kita akan lebih siap untuk berkontribusi dalam memperjuangkan agama
Allah. Insyaallah.
sumber : ikadijatim.org
No comments:
Post a Comment