![]() |
foto : sumbar.kemenag.go.id |
Pendidikan karakter, meskipun sebelumnya menjadi perdebatan antara
pemerintah daerah dengan DPRD Prop.Sumbar, kini mulai disosialisasikan
ke sekolah-sekolah binaan. Bahkan seminggu terakhir (mulai Minggu, 4
Desember lalu), beberapa tim pengembang kurikulum pendidikan karakter
yang dibentuk oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi
Sumatera Barat, melakukan pembinaan terhadap satu SMP tiap
kota/kabupaten.
Menarikanya, pendidikan karakter tersebut telah mengalami
pengembangan dari konsep pendidikan karakter yang disusun oleh
Balitbang Pusat Kurikulum Kemendiknas.Pendidikan karakter versi
Sumatera Barat ini bertolak dari nilai-nilai Pancasila dan ABS-SBK (Adat
Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah). ABS-SBK itu sendiri
terdiri dari nilai-nilai agama (baca: Islam) dan budaya (Minankabau).
Nilai-nilai pancasila dimaksud mengacu pada nilai-nilai karakter
bangsa yang dikembangkan oleh Balitbang Puskur Kemendiknas yang
berjumlah 18 nilai.Sedangkan nilai-nilai ABS-SBK merupakan pengembangan
sekaligus ciri khas pola pendidikan karakter versi Sumatera Barat yang
bersumber dari nilai-nilai karakter yang populer dalam ajaran Islam,
lalu nilai-nilai budaya Minangkabau yang telah lama tumbuh-berkembang di
tengah-tengah masyarakat.
Pengembangan nilai ini sempat mendapat kritikan beberapa pihak karena
dianggap bersifat ekslusif pada umat Islam dan masyarakat Minangkabau
saja, lalu dikhawatirkan terjadinya diskriminasi terhadap kelompok lain.
Namun, filosofi ABS-SBK demikian mengakar kuat dalam tradisi dan kehidupan masyarakat Sumatera Barat.
Jika tidak dilakukan upaya pelestarian dan penerapannya, khususnya
lewat proses pendidikan, maka ia hanya slogan jadi kenangan. J
ika itu terjadi, maka masyarakat Sumatera Barat sendiri yang justru
menjadi korban, luntur dan tercerabut dari budaya aslinya sendiri.
Oleh karena itu, pengembangan nilai-nilai ABS-SBK bukanlah diskriminatif dan ekslusif.
Nilai-nilai ABS-SBK tersebut bersifat universal yang berlaku bagi
setiap orang yang menginginkan menjadi pribadi berkarakter, berbudaya
dan berperadaban tinggi.
Nilai-nilai ABS-SBK tersebut tidaklah bertentangan dengan
nilai-nilai kelompok pertama, tetapi merupakan satu kesatuan yang tak
dapat dipisahkan.
Antara nilai-nilai pada tiga kelompok tersebut (Pancasila, Agama dan Budaya) disinkronisasikan, bukan dipertentangkan.
Nilai kepedulian sosial, misalnya, dapat disinkronkan dengan nilai ta’awun (tolong-menolong) dalam Islam, nilai bahambauan-baimbauan (kaba buruak bahambauan, kaba baiak baimbauan) dalam budaya Minangkabau.Begitu pula nilai disiplin, dalam agama dikenal nilai istiqamah dantaat, sedangkan pada budaya Minangkabau dikenal nilai taguah (Mamacik arek mamegang taguah; Diasak indak layua dibubuik indak mati).Demikian seterusnya.
Adapun bentuk penerapan dan pengembangan pendidikan karakter
tersebut, secara garis besar dilakukan melalui tiga hal, yaitu melalui
integrasi pada semua mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya
sekolah.
Integrasi Nilai Karakter
Integrasi nilai karakter pada semua mata pelajaran dilakukan dalam
kegiatan intrakurikuler.Integrasi yang dimaksud adalah mamasukkan dan
menanamkan nilai-nilai karakter dalam pembelajaran.
Ada tiga bentuk pelaksanaan integrasi ini, yaitu perilaku dalam pembelajaran, internalisasi nilai-nilai dan integrasi Imtaq.
Perilaku dalam pembelajaran adalah sikap dan tingkah laku guru
dalam kelas ketika berinteraksi/berkomunikasi dengan peserta didik.
Guru mesti menjadi teladan, model, atau tokoh identifikasi yang berkarakter bagi peserta didiknya.
Banyak hal yang dapat dilakukan dalam upaya ini, di antaranya:
memasuki ruang kelas dengan membaca salam, mengawali pembelajaran
dengan basmalah dan doa, komunikasi verbal dan nonverbal yang santun, membiasakan kalimat-kalimat tayyibah, mengedepankan penghargaan, sertamenutup pembelajaran dengan hamdalah dan doa.
Internalisasi nilai-nilai dalam pembelajaran dilakukan dengan
memasukkan dan menanamkan nilai-nilai karakter yang relevan dengan
materi ajar.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh adalah: silabus yang sudah
disusun dianalisis untuk dapat mengintegrasikan/memasukan nilai-nilai
karakter yang sesuai dengan tuntutan SK, KD; hasil analisis silabus
disinkronkan ke dalam RPP yang tergambar pada fase apersepsi, kegiatan
inti, dan penutup;pada kegiatan inti tergambar penanaman nilai pada
setiap fase (eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi); lalu setiap
pemberian tugas kepada peserta didik agar selalu mengupayakan penanaman
nilai-nilai.
Integrasi Imtaq dalam materi pembelajaran dilakukan dengan menerapkan
kembali konsep integrasi Imtaq dan Iptek yang pernah populer di akhir
tahun 1990-an dan di awal tahun 2000. Yang terpenting dalam langkah ini
adalah mengintegrasikan ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber
utama dalam konsep Imtaq.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini adalah: analisis
materi yang relevan dengan ayat-ayat al-Qur’an; pembelajaran
dihubungkan dengan ayat-ayat al-Qur’an/Hadis yang dapat dilakukan pada pendahuluan (motivasi), kegiatan inti (eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi), atau penutup (refleksi dan penugasan); lalu menguatkan implementasi dari nilai-nilai karakter yang ada.
Pengembangan Diri
Sebagai salah satu kegiatan penting di sekolah, pengembangan diri
juga menjadi wadah untuk penanaman nilai-nilai karakter pada peserta
didik. Paling tidak, pengembangan diri ini dilakukan melalui kegiatan
layanan konseling, mentoring, ekstrakurikuler dan kegiatan tidak
terprogram.
Pada kegiatan layanan konseling, dilakuan internalisasi nilai-nilai
karakter pada bimbingan pribadi, sosial, belajar, karir, dan kehidupan
keluarga serta melalui pelaksanaan jenis layanan.
Kegiatan ekstrakurikuler mesti memenuhi tiga kelompok utama,
nasional, agama, dan budaya Minangakabu.Pada bidang nasional, bisa
dilaksanakan Pramuka, PBB, UKS, PMR, KIR, OSN, Olahraga, Seni, dan
sebagainya.
Pada bidang agama, dapat diselenggarakan kegiatan Ekskul berupa
Tahfizh al-Qur’an, Tahsin al-Qur’an, Sahr al-Qur’an, Tilawah al-Qur’an,
Pelatihan Khutbah Jumat, Kaligrafi, Nasyd, ROHIS, Forum an-Nisa’, dan
lainnya. Sedangkan pada bidang budaya Minangkabau, bisa dikembangkan
Ekskul Randai, Silek, Salawaik Dulang, Dikia, Pidato Adaik, Kuliner
Minang, Tari Minang, dan seterusnya.
Pada kegiatan tidak terprogram, mengacu pada kegiatan rutin,
spontan, keteladanan, dan pengkondisian. Pada kegiatan rutin, dilakukan
beberapa kegiatan, di antaranya: Upacara bendera setiap hari senin,
shalat zhuhur berjamaah, shalat dhuha 20 menit pada jam istirahat,
tausiyah/Muhadharah setiap hari Jumat pada jam pertama, tadaruihal-Qur’an
sebelum pembelajaran pertama, membaca asmaul husna dan doa pada hari
tertentu, mengumpulkan infaq untuk kegiatan keislaman setiap hari
jumat, menginformasikan kegunaan infaq yang telah digunakan,
mengumpulkan sumbangan bencana alam sekali seminggu, kebersihan kelas
setiap pagi sebelum masuk kelas (kebersihan lingkungan), senam pagi
setiap hari sabtu, layanan kesehatan di UKS, dan lainnya.
Pada kegiatan spontan, bisa pula dilakukan hal-hal berikut: mengucapkan Assalamu’alaikum
setiap bertemu, membudayakan 5S (senyum, sapa, salam, santun, dan
sopan) setiap bertemu, menjenguk teman yang sakit jika ia sakit,
memungut sampah dan membuangnya pada tempat yang disediakan, antri
jika menunggu sesuatu, bertakziyah ke rumah duka jika ada keluarga dekat
(terutama orang tua) siswa yang meninggal dunia, sujud syukur ketika
memperoleh nikmat atau terhindar dari bahaya, mengumpulkan sumbangan
untuk bantuan korban bencana alam, dan seterusnya.
Kegiatan keteladanan bisa melakukan beberapa kegiatan, di antaranya:
saling mendoakan, berpakaian rapi dan menutup aurat, berbahasa yang baik
dan sopan, rajin membaca, memuji kebaikan dan atau keberhasilan orang
lain, disiplin dan tepat waktu, malu melanggar peraturan (terlambat,
mencontek, dan sebagainya) dan sebagainya.
Sedangkan kegiatan pengkondisian, dapat dilakukan melalui kegiatan: menyediakan tempat bersuci (thaharah)
dan tempat ibadah yang representative, membuat tempat sampah sesuai
kebutuhan, memfasilitasi tempat bermain yang kondusif, menyiapkan
fasilitas olahraga, menyediakan kantin yang higienis, serta menciptakan
lingkungan yang ASRI (Asli, Sejuk, Rindang, dan Indah).
Kegiatan yang paling menarik lagi dalam pendidikan karakter versi
Sumatera Barat ini adalah kegiatan Mentoring yang dilakukan secara
intensif dan kontiniu.
Dalam hal ini, setiap guru akan menjadi mentor bagi beberapa peserta didik dalam kelompok kecil.
Adapun langkah-langkah kegiatannya adalah setiap guru bertindak
sebagai mentor dan setiap mentor melayani 10 – 12 siswa. Mentor juga
melakukan anekdotal record (mencatat nilai-nilai karakter
siswa yang dikembangkan) dengan kategori penilaian BT (Belum Terlihat),
MT (Mulai Terlihat), MK (Mulai Berkembang), dan MB (Mulai
Membudaya).
Kemudian mentor menjalankan fungsi BK, memberikan perhatian pada
permasalahan siswa, mengembangkan keislaman siswa (terutama 5S [senyum,
salam, sapa, sopan dan santun], shalat dan baca al-Qur’an), menjadi
motivator dan kontrol dalam pengembangan siswa, dan anggota kelompok
mentoring mesti sejenis (laki-laki dengan laki, atau sebaliknya)
dibimbing oleh mentor yang sejenis pula. Jika tidak memungkinkan,
mentor perempuan dapat membimbing siswa laki-laki, tetapi mentor
laki-laki hanya membimbing siswa laki-laki saja.
Kegiatan mentoring ini akan efektif dilakuan jika semua guru ikhlas
dan sungguh-sungguh menjalankan program ini. Bukan justru
menganggapnya sebagai beban dan pekerjaan baru yang memberatkan.
Guru diharapkan bertindak semacam orang tua asuh bagi peserta didik
yang ada dalam kelompok kecil tersebut sehingga guru tersebut mendidik
dan memperhatikan siswa dalam kelompoknya sebagaimana ia memperlakukan
anak kandungnya sendiri.
Budaya Sekolah
Budaya sekolah merupakan upaya menciptakan suasana kondusif dalam
lingkungan sekolah sehingga memudahkan penanaman karakter bagai peserta
didik dan seluruh warga sekolah.
Untuk menciptakan budaya sekolah ini, dapat dilakukan beberapa hal,
di antaranya: menentukan skala prioritas nilai karakter yang akan
dikembangkan/dibudayakan di sekolah, menyusun dan menetapkan
regulasi/aturan sekolah untuk penerapan nilai-nilai karakter, menyusun
dan mentapkan kode etik guru dan siswa yang bercirikan karakter Bangsa
dan ABS-SBK, dan membuat komitmen tertulis.
Demikian gambaran umum konsep pendidikan karakter yang dikembangkan di sekolah-sekolah yang ada di wilayah Sumatera Barat.
Kuunci utama dalam keberhasilan pendidikan karakter ini sebenarnya
terletak pada guru itu sendiri.Seorang guru mesti berkarakter sehingga
mudah diterima dan ditiru oleh peserta didikanya.
Tanpa keteladanan dari seorang guru, maka pendidikan karakter akan
mengalami nasib yang sama dengan program-program sebelumnya yang hilang
begitu saja seiring dengan terhentinya pelatihan dan bantuan-bantuan
yang bersifat material.
Demikian pula kepala sekolah, merupakan orang pertama yang
diharapkan mampu mengorganisir dan memotivasi setiap guru untuk
terlibat aktif dalam pelaksanaan pendidikan karakter ini.Tanpa bantuan
yang serius dari seorang kepala sekolah, maka kegiatan ini lagi-lagi
hanya sebatas kegiatan tahunan yang dapat berubah kapan saja.Akibatnya
karakter generasi kita sulit terbentuk dengan baik.
Karena itu, mari kita berpikir bahwa kegiatan ini merupakan lahan
ibadah yang mulia bagi kita untuk mendidik peserta didik yang
berkarakter, berakhlak mulia, dekat dengan Allah Azza wa Jalla.
Sebab, ada kecenderungan selama ini kita lebih mengajar, bukan
mendidik; lebih mementingkan kognisi, nyaris mengabaikan afeksi;
mencerdaskan otak, melupakan hati (qalbu), padahal pendidikan sejatinya
mengoptimalkan potensi peserta didik secara wajar dan seimbang. Wallahu a’lam.
Oleh : MUHAMMAD KOSIM, MA
Sumber :http://harianhaluan.com
Sumber :http://harianhaluan.com
No comments:
Post a Comment